Sudah berapa lama kita hidup namun sudah berapa lama kita sadar kalau ibadah yang kita lakukan karena satu dan banyak hal, bukan sebagai wujud murni dari suatu kepatuhan seorang hamba kepada Sang Pencipta.
Musibah, bencana, keinginan dan harapan membuat kita begitu dekat denganNya. Namun ketika kesulitan hilang dan harapan terwujud, akankah aktivitas itu tetap ada. Ibadah yang tak pernah lepas dan munajat yang tak pernah henti.
Ibadah yang dijalani hanya berorientasi pada harapan untuk menghuni indahnya surga tanpa mengenal neraka, tidak salah memang. Namun cukup egois.
Seandainya setelah kematian tidak ada kehidupan (pembalasan), atau seaindainya para hamba yang patuh ditempatkan di neraka. Masihkah kita ingat terhadapNya, Dzat yang tak pernah sedetikpun lupa memberi nafas hingga tiba waktunya.
Semakin sadar, semakin kita mencoba untuk menghindar dari sebuah kepasrahan akan ketetapanNya. Menolak akan semua hal terburuk yang kita dapatkan, meskipun itu yang terbaik menurutNya.
*Bukan berkhutbah, hanya bermaksud untuk berbenah diri*
Musibah, bencana, keinginan dan harapan membuat kita begitu dekat denganNya. Namun ketika kesulitan hilang dan harapan terwujud, akankah aktivitas itu tetap ada. Ibadah yang tak pernah lepas dan munajat yang tak pernah henti.
Ibadah yang dijalani hanya berorientasi pada harapan untuk menghuni indahnya surga tanpa mengenal neraka, tidak salah memang. Namun cukup egois.
Seandainya setelah kematian tidak ada kehidupan (pembalasan), atau seaindainya para hamba yang patuh ditempatkan di neraka. Masihkah kita ingat terhadapNya, Dzat yang tak pernah sedetikpun lupa memberi nafas hingga tiba waktunya.
Semakin sadar, semakin kita mencoba untuk menghindar dari sebuah kepasrahan akan ketetapanNya. Menolak akan semua hal terburuk yang kita dapatkan, meskipun itu yang terbaik menurutNya.
*Bukan berkhutbah, hanya bermaksud untuk berbenah diri*