28.1.08

krisis keuangan paling parah diawal tahun, perasaan gua ngga boros-boros amat. Padahal rencana gua banyak banget yang butuh budget gede. T_T
The Smiling General and his foundation

Innalillahi wa inna ilaihi rajiun.

Mulai kemarin sampai tujuh hari kedepan ditetapkan sebagai Hari Berkabung Nasional (bukannya kita ngga boleh berlarut-larut dalam kesedihan??).

Ya Rabb, permudahkan segala urusannya, ampuni segala kesalahannya dan tetapkanlah imannya.


18.1.08

Mata gua belom ketutup...



I'm jaded and need rest

* Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan,
* Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.
{94 : 5-6}

17.1.08

Quote of January

Kau melepaskan kebebasanmu bila menjadi warganegara. Kau akan kehilangan logika bila percaya pada demokrasi dan perwakilan. Dan yang paling bodohnya, kau akan kehilangan akal sehat bila memberi mandat pada badut-badut di Senayan sana.
-E.S. Ito on 7 Dosa Rahasia Meede-

It's no longer a question of staying healthy. It's a question of finding a sickness you like.
- Jackie Mason-

Love is a circle that doth restless move In the same sweet eternity of love. -Robert Herick-

Nothing is impossible for the man who doesn't have to do it himself. -AH Weiler-

The best and most beautiful things in this world cannot be seen or even heard, but must be felt with the heart. -Helen Keller-

Hatred ever kills, love never dies such is the vast difference between the two. What is obtained by love is retained for all time. What is obtained by hatred proves a burden in reality for it increases hatred. -Mahatma Gandhi-

Love never claims, it ever gives. Love ever suffers, never resents never revenges itself. -Mahatma Gandhi-

You can't build a reputation on what you are going to do. -Henry Ford-

Cinta tidak meminta, tapi memberi
Cinta tidak mengekang, tapi peduli



visit ^_^;

Jakarta dan Kedewasaannya

Birokrasi yang buruk, Banjir, Polusi, Kemacetan

mari berbenah

15.1.08

I Just don't believe in her

I don't blame President Sukarno for my arrest in the early 1960s. I blame the army. But being a political prisoner in the early 1960s was very different from being a captive of later regimes. Sukarno's political opponents were free to visit their families, to go out walking within a limited area if they wanted to. We were at least treated with respect.

Under Suharto there were no rules, nothing. You could be thrown into prison without first going to court. If you were found with anything to read, even a piece of torn newspaper, you could be killed. If you were a prisoner in Jakarta you could receive visitors?but for that you had to pay.

In 1979, when I left prison on Buru Island, all my papers were taken from me. I was in a group of 40 who were separated from the others. When our ship was north of Madura, my group was taken off the boat. It looked like the authorities were planning to hide us away somewhere. But by chance, someone from the Catholic church in Buru heard we were going to be exiled and he spread the news. So when we were put ashore in the Madura Straits and found a vehicle there ready to take us to Nusakambangan, the notorious prison, the world was already watching. And as a result, with numerous foreign ambassadors as witnesses, the government was forced to give us our release papers.

During Suharto's New Order regime, Megawati, Sukarno's daughter, served in parliament. After her father was overthrown, the New Order government gave her a house and salary as a member of parliament. But did she ever say anything about the way her father was treated? Did she ever protest when her fellow countrymen were imprisoned? Never. Did she ever call Suharto to task? Never! But then she's not alone. Even after Suharto resigned, no one would take him to task, no one dared to bring him to trial. Silently, through his New Order protEgE, he still holds power in this country.

Megawati came to power on the crest of a wave of youth rebellion. Those kids didn't really think about it; they didn't have any other figurehead, so they adopted her because she was Sukarno's daughter. That's all she is.

Maybe Megawati hasn't read her father's books. I don't see that she has inherited any of his better characteristics. She has no experience. There is no evidence that she can resolve the country's problems. Yes, she might visit places where conflict has occurred, but for no other reason than to show her tears. Her heart goes out to the people, she says, but that's the most they get. The villagers praise her, but that's because of ignorance. They don't know her.

No one seems to realize that Indonesia is entering a period of social revolution. The signs are there. It can be seen in the farmers who, having had their land stolen from them during the New Order, are now taking it back by force. It can be seen in the protests by farmers outside regional parliament buildings. It can be seen in the attacks on hundreds of police and military posts. In the past, these very same people would have let themselves be robbed of their voices, but now they are fighting back. Whether they realize it or not, they are the vanguard of a social revolution. Now the nation needs a leader. We've fallen behind; Indonesia is exhausted.

People like to say that Indonesians are so friendly and polite, but that kind of view seems to be nothing more than a leftover tourism slogan. There is a struggle going on, and it is being controlled by people in Jakarta?by the very same people who have done such things in the past. As I see it, there is no real leadership at present; there are just people with power. That students are now part of the democratic process is a sign of progress; indeed, the change we have seen can be credited to the younger generation. This is not what Megawati fought for. She didn't do anything. The kids, the students, did the fighting and she is here now to enjoy the results of their sacrifice.

by : Pramoedya Ananta Toer, author of The Buru Quartet and The Mute's Soliloquy, is a former political prisoner. (taken from Time)

7.1.08

Need This

Selamat Ulang tahun Bunda


PUISI BUNDA
bunda hanya sedikit mengarang puisi untukku
tapi semakin lama kuamati
senyuman bunda adalah puisi
tatapan bunda adalah puisi
teguran bunda adalah puisi
belaian dan doanya
adalah puisi cinta
yang disampaikannya padaku
tak putus putus
tak putus putus

bahkan bila kutidur
Abdurrahman Faiz

========================================================
Tak perduli berapa jumlah kata yang tersebar di dunia
tak terbayang ribuan bahasa yang di gunakan untuk perantara
tapi tak satupun yang bisa gambarkan semua perasaan tentangmu saat ini

Mungkin Tuhan terlalu hati hati menciptakanmu
mungkin Tuhan telah ubah semua cinta ke wujudmu
Mungkin Tuhan merangkum semua kasih sayang untukmu

Tak perduli berapa banyak warna yang terpendar dari sinar matahari
Tak terbayang pelangi yang tersebar memenuhi cakrawala dunia
tapi tak tergambarkan warna warna penghias senyummu

Mungkin Tuhan Tunjukkan kebesaran-Nya melaluimu
Mungkin Tuhan ingin memanjakan umat-Nya dengan hadirnya dirimu

Tetaplah murni seperti bulir bulir embun di pagi hari
Tetaplah berkilau seperti berlian meski harus tercampur lumpur
Tetaplah Apa adanya karena dirimu adalah harta

5.1.08

Transjakarta (lot stories about this)

it's been 2 months gua ngga naek barang ini, hufh... Eleanor gua harus istrihat sampai tanggal 16 nanti. Hmmm... perjuangan berat buat berangkat kerja.

Banyak yang berubah dari alat transportasi yang disebut-sebut sebagai sebuah solusi buat ngadepin kemacetan di Jakarta, (perasaan kalo gua naek Eleanor itu 1,5 jam lebih cepet daripada gua naek Busway, see what a damn solution??) mulai dari Bangku yang udah ngga layak pakai, atap yang bocor, ruangan yang bau, papan tulis yang rusak *ini busway atau ruang kelas* ampe suara kreot..kreot yang muncul pas ngelewatin jalur-jalur yang rusak. Oh man, ini mirip banget metromini.

8:00 p.m

It's time to go home n i must go with that bus (apa ngga ada pilihan lain?).

9:00 p.m @ koridor 2
Tumben sepi banget cuma ada sekitar tujuh penumpang, dan depan gua persis duduk seorang wanita manis. Mau ngajakin kenalan tapi bingung mau ngomong apa, lagian malu banget nanti dikirain ada maksud apa-apa lagi. Ah gua jadi inget obrolan ama temen gua yang ngambil jurusan psikologi.

Psikolog : lu boong yaa?
Gua : ngga...
Psikolog : Ah lu pasti boong, gua bisa liat dari matalu
Gua : masa sih?? *balik badan sambil merhatiin apa ada tulisan iya gua boong di dalem mata gua lewat kaca*
Psikolog : bener kan lu boong
Gua : iya yang ngumpetin ban mobil lu itu gua, tapi gimana caranya lu tau gua boong
Psikolog : Mulut emang bisa ngomong boong, tapi mata lu berbicara lain dia ngga bisa boong
Gua : Gua ngga percaya
Psikolog : Buktinya.. udah percaya ajah, gua khan calon psikolog
Gua : Hmm... *manggut-mangut dalem hati bilang, baru calon ajah sombong*

Penasaran juga sih ama yang temen gua (Psikolog kacangan) omongin. Gua coba praktekin ke cewe manis itu,
Percobaan pertama
Mata gua coba bicara "Hai manis", dia cuek.

Percobaan kedua
Mata gua coba bicara "Ih si manis sombong" *alis kiri gua ngangkat*, dia senyum n gua pikir matanya ngomong "Hai juga ganteng". yes, good respon

Percobaan ketiga

Mata gua coba bicara "boleh kenalan?" *sekarang gua sambil senyum*, dia melotot, matanya bicara "lu gagu yah??"


Next Stop. Rawa selatan, check ur belongings and step carefully

Aaargh gua mesti turun, padahal bentar lagi gua tau namanya, nomor teleponnya ato mungkin gua bisa jadi pacarnya.

Ajaib dia turun di halte yang sama. Dia sempet ngeliat gua, gua senyum *mata gua ngga ngomong apa-apa*, mukanya panik lari nyari sesuatu, akhirnya dia pergi ngebut bersama "tukang ojeknya". Hmmfhh... pupus lagi.


gua sempet ngaca dirumah n gua pikir ngga ada yang salah ama gua

4.1.08

Backsound buat bunuh diri...

Menantikanmu Dalam Jiwaku
Sabarku Menunggu
Berharap Sendiri
Aku Mencoba
Merindukan Bayanganmu
Karena Hanyalah Bayanganmu Yang Ada

Hangat Mentari Dan Terangnya Rembulan
Mengiringi Hari-hariku Yang Tetap Tanpa Kehadiranmu
Indahnya Pelangi Yang Terbit Kala Sinar Matamu Menembus Relung Hatiku

Pantaskah Diriku Ingin Mengharapkan
Suatu Yang Lebih Dari Hanya Sekedar Perhatian
Dari Dirimu Yang Kau Anggap Biasa Saja

Atau Mestikah Ku Simpan Dalam Diri
Lalu Kuendapkan Rasa Ini Terus Selama-lamanya

Diriku Cinta Dirimu
Dan Hanya Itulah Satu
Yang Aku Tak Jujur Kepadamu
Kuingin Engkau Mengerti
Mungkinkah Engkau Sadari
Cinta Yang Ada Di Hatiku
Tanpa Sepatah Katapun Ku Ucapkan Padamu

Oh Sayang
Dapatkah Aku Memanggilmu Sayang

Sampai Kapan
Akupun Tak Sanggup Tuk Pastikan
Kudapat Memendam Seluruh Rasa Ini

Dengarlah Jeritan Hatiku Untukmu Oh
Dan Aku Ingin Engkau Mengerti Apa Yang Dihatiku
Sanubariku Kita Kan Berdua Selamanya

Aaaargh... *ngga ada di lirik asli, cuma tambahan pas gua lagi loncat*



Jam 24:00. Normalnya sih ini waktunya gua tidur, tapi si eko minta gua nemenin dia ke Plaza Mandiri, alesannya sih takut kesana sendirian. Apa boleh bulat daripada kotak, gua akhirnya nemenin dia.

Ternyata disana pake Flexi BTS, aargh gua ngga tau mesti ngapain (gua mesti banyak belajar lagi neeh..)

-Tiga hari lagi Nyokap Ulang tahun...-


1.1.08

01-01-2008



Banyak orang yang berusaha terjaga dari tidurnya dan rela menghabiskan uangnya hanya untuk merayakan pergantian hari, yang menurut gua hanya sebuah siklus yang emang harus terjadi.

Tapi bagi gua cuma tiga hal yang berarti ketika tanggal tersebut tiba:

1. Billing tagihan telepon gua yang bengkak recount,

2. Enam hari lagi nyokap ulang tahun,
3. Umur gua berkurang satu hari (mudah mudahan gua makin dewasa n gua bisa ngelakuin sesuatu yang berguna buat orang-orang yang gua sayang).


Pantaskah kita tertawa disaat saudara kita berduka???. Masih banyak masalah yang harus dihadapi di 2008 ini. Ask your heart and Do.